Peraturan
adalah sesuatu yang disepakati dan mengikat sekelompok orang/ lembaga
dalam rangka mencapai suatu tujuan dalam hidup bersama.
Regulasi adalah “mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan
aturan atau pembatasan.” Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai
bentuk, misalnya: pembatasan hukum diumumkan oleh otoritas pemerintah,
regulasi pengaturan diri oleh suatu industri seperti melalui asosiasi
perdagangan, Regulasi sosial (misalnya norma), co-regulasi dan pasar.
Seseorang dapat, mempertimbangkan regulasi dalam tindakan perilaku
misalnya menjatuhkan sanksi (seperti denda).
Setelah memahami definisi di atas, mari kita masuk ke pembahasannya.
A. Perbandingan Cyber Law
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang
umumnya diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar
atau fondasi dari hukum di banyak negara adalah “ruang dan waktu”.
Sementara itu, internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan
waktu ini.
Semakin banyak munculnya kasus “CyberCrime” di Indonesia, seperti
pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data
orang lain, misalnya email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan
perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer. Maka
dibuatlah sebuah regulasi konten, yaitu :
Keamanan nasional : instruksi pada pembuatan bom, produksi obat/racun tidak sah, aktivitas teroris.
Protection of minors (Perlindungan pelengkap) : abusive forms of marketing, violence, pornography
Protection of human dignity(Perlindungan martabat manusia) : hasutan kebencian rasial, diskriminasi rasial.
Keamanan ekonomi : penipuan, instructions on pirating credit cards, scam, cybercrime.
Keamanan informasi : Cybercrime, Phising
Protection of Privacy
Protection of Reputation
Intellectual Property
Perlunya Peraturan dalam Cyberlaw
Sebagai orang yang sering memanfaatkan internet untuk keperluaan
sehari-hari sebaiknya kita membaca undang-undang transaksi elektronis
yang telah disyahkan pada tahun 2008. Undang-undang tersebut dapat
didownload dari website www.ri.go.id dan dapat langsung membaca bab VII
yang mengatur tentang tindakan yang dilarang.
Permasalahan yang sering muncul adalah bagaimana menjaring berbagai
kejahatan komputer dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena
ketentuan pidana yang mengatur tentang kejahatan komputer yang berlaku
saat ini masih belum lengkap.
Hingga saat ini, di negara kita ternyata belum ada pasal yang bisa
digunakan untuk menjerat penjahat cybercrime. Untuk kasus carding
misalnya, kepolisian baru bisa menjerat pelaku kejahatan komputer dengan
pasal 363 soal pencurian karena yang dilakukan tersangka memang mencuri
data kartu kredit orang lain.
Berikut ini merupakan perbandingan Cyberlaw di beberapa negara.
1. Cyberlaw di Indonesia
Undang-undang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) atau yang
disebut cyberlaw, digunakan untuk mengatur berbagai perlindungan hukum
atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya,baik transaksi
maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai
macam hukuman bagi kejahatan melalui internet.
UU ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis diinternet dan
masyarakat pada umumnya untuk mendapat kepastian hukum dengan diakuinya
bukti elektronik dan tanda tangan elektronik digital sebagai bukti yang
sah dipengadilan.UU ITE sendiri baru ada diIndonesia dan telah disahkan
oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE terdiri dari 13 Bab dan 54
Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia
maya dan transaksi yang terjadi didalamnya.Perbuatan yang dilarang
(cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37), yaitu:
Pasal 27: Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan.
Pasal 28: Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan.
Pasal 29: Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti.
Pasal 30: Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking.
Pasal 31: Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi.
Tentang UU ITE
UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik )adalah
ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah
hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki
akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum
Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia
UU ITE mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang
memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun
pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman
hukuman bagi kejahatan melalui internet. UU ITE mengakomodir kebutuhan
para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna
mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda
tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan. Penyusunan materi
UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua
institusi pendidikan yakni Unpad dan UI.
Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan
Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada
penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang
kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi
Informasi (RUU PTI). Sedangkan Tim UI menamai naskah akademisnya dengan
RUU Transaksi Elektronik. Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya
digabung dan disesuaikan kembali oleh Tim yang dipimpin Prof. Ahmad M
Ramli SH (atas nama pemerintah), sehingga namanya menjadi Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.
Keterbatasan UU Telekomunikasi dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi
Salah satu UU yang berhubungan dengan pengaturan penggunaan teknologi
informasi yaitu UU N0.36. Isi dari UU No.36 adalah apa arti dari
telekomunikasi, asas dan tujuan dari telekomunikasi, penyelenggaraan,
perizinan, pengamanan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana dari
pengguanaan telekomunikasi, yang dimana semua ketentuan itu telah di
setujuin oleh DPR RI.
Pada UU No.36 tentang telekomunikasi mempunyai salah satu tujuan yang
berisikan upaya untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa,
memperlancar kegiatan pemerintah, mendukung terciptanya tujuan
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta meningkatkan hubungan
antar bangsa.Dalam pembuatan UU ini dibuat karena ada beberapa
alasan,salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan
teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan
yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap
telekomunikasi dan untuk manjaga keamanan bagi para pengguna teknologi
informasi.
Teknologi informasi sangatlah berpengaruh besar untuk negara kita,di
lihat dari segi kebudayaan , kita bisa memperkenalkan budaya – budaya
yang kita miliki dengan bebas kepada negara-negara luar untuk menarik
minat para turis asing. kalau dilihat dari segi bisnis keuntungannya
adalah kita dengan bebas dan leluasa memasarkan bisnis yang kita
jalankan dengan waktu yang singkat. Jadi menurut saya UU ini belum
sepenuhnya dapat mengatur penggunaan teknologi informasi karena
kebebasan yang dimiliki dari setiap individu yang tidak bida dikontrol
dan juga tidak bisa dilihat dari segi negatif”y saja banyak juga segi
positif dari penggunaan teknologi informasi seperti dapat”y
memperkenalkan kebudayaan kita kepada negara-negara luar untuk menarik
minat para turis asing.
Pasal 32: Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia.
Pasal 33: Virus, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS).
Pasal 35: Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising).
Pelanggaran UU ITE ini akan dikenakan denda 1 Milliar rupiah. Di
Indonesia, masalah tentang perlindungan
konsumen,privasi,cybercrime,muatan online,digital copyright,penggunaan
nama domain dan kontrak elektronik sudah ditetapkan oleh pemerintah
Indonesia. Namun, masalah spam dan online dispute resolution belum
mendapat tanggapan dari pemerintah sehingga belum ada rancangannya.
2. Cyberlaw di Thailand
Cybercrime dan kontrak elektronik di Thailand sudah ditetapkan oleh
pemerintahnya,walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang
lainnya seperti privasi, spam, digital copyright dan ODR sudah dalalm
tahap rancangan.
Kesimpulan : Dalam hal ini Thailand masih lebih baik daripada Vietnam
karena Vietnam hanya mempunyai 3 cyberlaw sedangkan yang lainnya belum
ada bahkan belum ada rancangannya.
3. Cyberlaw di Amerika Serikat
Di Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan
Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari
beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan
oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws
(NCCUSL).
Sejak itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US
telah mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya
adalah untuk membawa ke jalur hukum negara bagian yag berbeda atas
bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan
elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai
media perjanjian yang layak. UETA 1999 membahas diantaranya mengenai :
Pasal 5 : Mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
Pasal 7 : Memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.
Pasal 8 : Mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
Pasal 9 : Membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
Pasal 10 : Menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan
dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang
bertransaksi.
Pasal 11 : Memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang
berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif
menghilangkan persyaratan cap/segel.
Pasal 12 : Menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
Pasal 13 : Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik.
Pasal 14 : Mengatur mengenai transaksi otomatis.
Pasal 15 : Mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
Pasal 16 : Mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.
Undang-Undang Lainnya :
• Electronic Signatures in Global and National Commerce Act
• Uniform Computer Information Transaction Act
• Government Paperwork Elimination Act
• Electronic Communication Privacy Act
• Privacy Protection Act
• Fair Credit Reporting Act
• Right to Financial Privacy Act
• Computer Fraud and Abuse Act
• Anti-cyber squatting consumer protection Act
• Child online protection Act
• Children’s online privacy protection Act
• Economic espionage Act
• “No Electronic Theft” Act
Undang-Undang Khusus :
• Computer Fraud and Abuse Act (CFAA)
• Credit Card Fraud Act
• Electronic Communication Privacy Act (ECPA)
• Digital Perfomance Right in Sound Recording Act
• Ellectronic Fund Transfer Act
• Uniform Commercial Code Governance of Electronic Funds Transfer
• Federal Cable Communication Policy
• Video Privacy Protection Act
Undang-Undang Sisipan :
• Arms Export Control Act
• Copyright Act, 1909, 1976
• Code of Federal Regulations of Indecent Telephone Message Services
• Privacy Act of 1974
• Statute of Frauds
• Federal Trade Commision Act
• Uniform Deceptive Trade Practices Act
4. Cyberlaw di Malaysia
Lima cyberlaws telah berlaku pada tahun 1997 tercatat di kronologis
ketertiban. Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang
disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk
memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan
elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi
bisnis. Computer Crimes Act 1997 menyediakan penegakan hukum dengan
kerangka hukum yang mencakup akses yang tidak sah dan penggunaan
komputer dan informasi dan menyatakan berbagai hukuman untuk pelanggaran
yang berbeda komitmen. Para Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku
adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk
memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh
melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi
video. Berikut pada adalah Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia 1998
yang mengatur konvergensi komunikasi dan industri multimedia dan untuk
mendukung kebijakan nasional ditetapkan untuk tujuan komunikasi dan
multimedia industri. The Malaysia Komunikasi dan Undang-Undang Komisi
Multimedia 1998 kemudian disahkan oleh parlemen untuk membentuk Malaysia
Komisi Komunikasi dan Multimedia yang merupakan peraturan dan badan
pengawas untuk mengawasi pembangunan dan hal-hal terkait dengan
komunikasi dan industri multimedia.
5. Cyberlaw di Singapore
The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk
menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi
perdagangan elektronik di Singapore yang memungkinkan bagi Menteri
Komunikasi Informasi dan Kesenian untuk membuat peraturan mengenai
perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi di Singapura.
ETA dibuat dengan tujuan :
Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya.
Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang
perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan
tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan
infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin / mengamankan
perdagangan elektronik.
Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan.
Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan
yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam
perdagangan elektronik, dll.
Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik.
Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip
elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk membantu perkembangan
dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan
tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat
menyurat yang menggunakan media elektronik.
Didalam ETA mencakup :
Kontrak Elektronik, ini didasarkan pada hukum dagang online yang
dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak
elektronik memiliki kepastian hukum.
Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan, mengatur mengenai potensi / kesempatan
yang dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal
yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan
material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan
tersebut. Pemerintah Singapore merasa perlu untuk mewaspadai hal
tersebut.
Tandatangan dan Arsip elektronik, hukum memerlukan arsip/bukti arsip
elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu
tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum.
Di Singapore masalah tentang privasi,cyber crime,spam,muatan
online,copyright,kontrak elektronik sudah ditetapkan.Sedangkan
perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya
tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya.
6. Cyberlaw di Vietnam
Cyber crime,penggunaan nama domain dan kontrak elektronik di Vietnam
suudah ditetapkan oleh pemerintah Vietnam sedangkan untuk masalah
perlindungan konsumen privasi,spam,muatan online,digital copyright dan
online dispute resolution belum mendapat perhatian dari pemerintah
sehingga belum ada rancangannya.
Di negara seperti Vietnam hukum ini masih sangat rendah
keberadaannya,hal ini dapat dilihat dari hanya sedikit hukum-hukum yang
mengatur masalah cyber, padahal masalah seperti spam,perlindungan
konsumen, privasi, muatan online, digital copyright dan ODR sangat
penting keberadaannya bagi masyarakat yang mungkin merasa dirugikan.
B. Computer Crime Act (Malaysia)
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) merupakan Cyber Law
(Undang-Undang) yang digunakan untuk memberikan dan mengatur bentuk
pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan komputer.
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) yang dikeluarkan oleh
Malaysia adalah peraturan Undang-Undang (UU) TI yang sudah dimiliki dan
dikeluarkan negara Jiran Malaysia sejak tahun 1997 bersamaan dengan
dikeluarkannya Digital Signature Act 1997 (Akta Tandatangan Digital),
serta Communication and Multimedia Act 1998 (Akta Komunikasi dan
Multimedia).
Di Malaysia, sesuai akta kesepakatan tentang kejahatan komputer yang
dibuat tahun 1997, proses komunikasi yang termasuk kategori Cyber Crime
adalah komunikasi secara langsung ataupun tidak langsung dengan
menggunakan suatu kode atau password atau sejenisnya untuk mengakses
komputer yang memungkinkan penyalahgunaan komputer pada proses
komunikasi terjadi.
C. Council of Europe Convention on Cyber Crime
Council of Europe Convention on Cyber crime telah diselenggarakan pada
tanggal 23 November 2001 di kota Budapest, Hongaria. Konvensi ini telah
menyepakati bahwa Convention on Cybercrime dimasukkan dalam European
Treaty Series dengan Nomor 185. Konvensi ini akan berlaku secara efektif
setelah diratifikasi oleh minimal 5 (lima) negara, termasuk paling
tidak ratifikasi yang dilakukan oleh 3 (tiga) negara anggota Council of
Europe. Substansi konvensi mencakup area yang cukup luas, bahkan
mengandung kebijakan kriminal (criminal policy) yang bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari cyber crime, baik melalui undang-undang
maupun kerjasama internasional.
Hal ini dilakukan dengan penuh kesadaran sehubungan dengan semakin
meningkatnya intensitas digitalisasi, konvergensi, dan globalisasi yang
berkelanjutan dari teknologi informasi, yang menurut pengalaman dapat
juga digunakan untuk melakukan tindak pidana. Konvensi ini dibentuk
dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut :
Masyarakat internasional menyadari perlunya kerjasama antar negara dan
industri dalam memerangi kejahatan cyber dan adanya kebutuhan untuk
melindungi kepentingan yang sah dalam penggunaan dan pengembangan
teknologi informasi.
Konvensi saat ini diperlukan untuk meredam penyalahgunaan sistem,
jaringan dan data komputer untuk melakukan perbuatan kriminal. Hal lain
yang diperlukan adalah adanya kepastian dalam proses penyelidikan dan
penuntutan pada tingkat internasional dan domestik melalui suatu
mekanisme kerjasama internasional yang dapat dipercaya dan cepat.
Saat ini sudah semakin nyata adanya kebutuhan untuk memastikan suatu
kesesuaian antara pelaksanaan penegakan hukum dan hak azasi manusia
sejalan dengan Konvensi Dewan Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi Manusia
dan Kovenan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak Politik Dan
sipil yang memberikan perlindungan kebebasan berpendapat seperti hak
berekspresi, yang mencakup kebebasan untuk mencari, menerima, dan
menyebarkan informasi/pendapat.
Konvensi ini telah disepakati oleh Masyarakat Uni Eropa sebagai konvensi
yang terbuka untuk diakses oleh negara manapun di dunia. Hal ini
dimaksudkan untuk dijadikan norma dan instrumen Hukum Internasional
dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa mengurangi kesempatan setiap
individu untuk tetap dapat mengembangkan kreativitasnya dalam
pengembangan teknologi informasi.
Sumber :
Peraturan regulasi dan perbedaaan cyber law di beberapa negara
Cyber law computer crime act Malaysia
Peraturan dan regulasi
Council of Europe Convention on Cyber Crime
Selasa, 17 Juni 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar